Apa yang ada dipikiranmu jika mendengar
Aku ingin berbagi kisah tentang sunyinya duniaku tanpa mereka.
Semuanya terjadi begitu cepat. Tidak pernah terpikir dan terlintas di pikiranku kapan orangtuaku akan pergi meninggalkanku.
Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar tepatnya semester ke 2.
Kehidupan sekolah dasarku bisa dibilang sangat bahagia. Kasih sayang orangtua yang cukup, ekonomi yang lebih dari cukup juga, prestasi yang aku punya dan banyaknya teman teman yang aku miliki.
Semuanya berjalan mulus tapi tak lama. Itu semua terjadi hanya sampai aku kelas 5 semester 2.
Kejadian pahit mulai menimpaku saat aku naik kelas 6, semuanya diawali saat aku baru pulang dari Madrasah tempat aku menuntut ilmu agama. Saat itu aku sedang berada di kamar kakakku di lantai 2, dan mendengar suara ayahku yang muntah muntah dari bawah.
Dari sana, aku tidak pernah menyangka bahwa itu awal dari hilangnya semua yang aku miliki.
Setelah kejadian itu, ayahku masuk rumah sakit akibat penyakit jantung yang dideritanya. Saat itu hatiku sakit, melihat 'ksatria tanpa pedang' ku terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Ayahku bertahan selama seminggu dirumah sakit, dan bukan cuman masalah sedihnya tapi juga masalah biayanya. Biaya rumah sakit yang tidak sedikit membuat Ibuku pusing harus mencari uang kemana. Akibatnya Ibuku mencari pinjaman ke sana kemari. Sebenarnya aku termasuk keluarga berada saat itu, karena Ayahku yang luar biasa pekerja keras yang tak lelah mencari rejeki demi anak dan istrinya. Maka disaat beliau jatuh sakit, tak ada yang bisa mencari uang, karena kami dengan bodohnya hanya mengandalkan pemasukan dari hasil kerja ayahku saja.
Setelah seminggu di rumah sakit, ayahku sempat sembuh dan boleh pulang. Aku senang dan sempat berpikir semuanya akan kembali seperti biasa.
Tapi bayanganku lenyap, seolah takdir tak setuju dengan semua bayanganku, ada sebuah kejadian yang membuat ayahku Shock dan harus masuk kembali ke rumah sakit.
Untuk yang kedua kalinya ayahku masuk rumah sakit, aku lupa beliau bertahan berapa hari.
Yang aku ingat jelas, saat itu aku sedang duduk di depan ruang ICU tempat ayahku berbaring. Aku melihat pepohonan yang ada di halaman depan ruangan itu bersama saudaraku.
Sampai saat nenek ku mendekat dan menyuruhku mengambil sarung.
Aku yang masih SD saat itu belum terlalu mengerti dan saat aku mendekati ibuku yang menangis aku mulai memahami situasi kejadian saat itu. Kejadian saat Ayahku meninggal dunia.
Sore itu di rumah sakit, aku menangis sejadi jadinya, tidak terima dengan takdir bahwa Allah telah mengambil Ayahku.
Aku hanya bisa memeluk Ibuku dan menumpahkan air mata serta rasa sakit hati ku di pelukannya.
Singkat cerita, Ayahku dimakamkan esok harinya.
Hal yang paling menyakitkan saat pemakaman Ayahku adalah saat Adzan dikumandangkan dan Jenazah Ayahku dimasukkan ke liang lahat.
Tidak ada rasa sakit hati yang lebih menyakitkan dari saat itu, bahkan ketika mengingatnya lagi, mungkin sakit hatinya masih membekas.
Aku sangat dekat dengan ayahku, bahkan kakakku yang laki laki saja tidak begitu dekat dengan Ayah.
Maka disaat Beliau pergi untuk selamanya, aku merasakan diriku benar benar hancur, tidak ada lagi Ksatria tanpa pedang bagiku.
Hal yang membuatku lebih sedih adalah aku yang belum bisa memberi apa apa pada Ayahku, aku hanya bisa memberi doa padanya.
Dan hal yang aku sesali adalah aku yang dengan bodohnya menyia nyiakan banyak waktu yang harusnya aku manfaatkan untuk bersama Ayahku.
Penyesalan memang ada diakhir dan saat itu aku jadikan kejadian itu sebagai penyesalan terbesar dalam hidupku. Saat ini pun masih, tetapi dengan berjalannya waktu aku mulai mencoba mengikhlaskan semuanya. Ini sulit memang sulit, tetapi aku sadar kalau kita berada di titik terberat dalam hidup kita, kita harus bangkit dan melanjutkan hidup kita.
0 komentar